Si Bunga Merah Jambu


Disela-sela kesibukan ku menulis tesis, lama kutunggu kabar dari si bunga di tepi jalan itu. Kunanti, namun tak sepenuhnya ia mau muncul untuk membagi kabarnya padaku. Hingga tiba malam purnama kemarin (21 Mei 2016), dia menyapaku dengan lembut, “hai, perempuan pembaca”. Lama kami merindukan sebuah momen seperti ini, cahaya rembulan yang sedikit malu tertutup awan menemani kebersamaan kami untuk membagi kisah kelanjutan si bunga di tepi jalan dan pemuda pekebun bunga. Tanpa kutanya, rupanya si bunga paham betul bagaimana rasa penasaranku terhadap kondisi dirinya, si pemuda, dan taman itu. Dengan senang hati si bunga mau membagi ceritanya padaku, dan bulan pun tak ingin ketinggalan.. menyimak dari balik awan.

Si bunga itu tersenyum simpul, namun dari senyumannya itu aku melihat bahwa ia sedang bahagia karena membayangkan beberapa momen singkat yang terjadi dihari itu. Hari itu dimana ia berjumpa kembali dengan pemuda pekebun bunga. Hari itu dimana si pemuda pekebun bunga itu datang dengan seperangkat perlengkapan berkebun. Hari dimana si bunga akan berpindah dalam sebuah pot indah sebelum ia dipetik dan dipindahkan kedalam taman kecil impian mereka. Ya, aku tahu betul tanggal berapa hari itu, karena pada hari itu si bunga terlihat sangat bahagia.
Aku pun melihat raut wajah si pemuda itu, yang akhirnya memilih sebuah bunga untuk dipindahkan ke pot indah sebelum ditanam di kebunnya. Rupanya pemuda itu memilih bunga berwarna merah jambu itu, ya si bunga di tepi jalan (belakang aku tahu bahwa ia spesies bunga dengan kelopak merah jambu). Aku (perempuan pembaca) tidak tahu, apakah warna kelopaknya yang membuat ia tertarik atau karena bunga itu langka sehingga tak pernah ia jumpai sebelumnya hingga membuat ia tertarik? Yang jelas, setelah kuamati memang indah benar bunga merah jambu itu apabila ia dirawat oleh pemuda yang tepat. Karena begitulah hakikatnya sebuah bunga, selalu indah.
Kini si bunga itu sedang bertumbuh dalam sebuah pot indah, dan rupanya di pemuda itu selalu saja memberikan treatment khusus agar si bunga kelak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi taman impiannya. Tak sengaja kulihat, si bunga pun akhir-akhir ini belajar lebih giat untuk membaca buku petunjuk yang juga berwarna merah muda itu, pemberian dari si pemuda pekebun bunga. Kulihat, betapa si bunga itu ingin banyak belajar dari buku petunjuk itu, agar ia tidak salah bertumbuh ketika perlu menyesuaikan dan mempebaiki banyak hal. Wajar saja jika memang si bunga harus terus belajar, karena semuanya mungkin saja berbeda. Dimana dia hidup sebelumnya, bagaimana lingkungannya, bagaimana kelembaban tanahnya, bagaimana sirkulasi sinar matahari yang ia dapatkan, dan masih banyak lagi. Kelak ia harus siap untuk semua perubahan itu, sehingga pantas jika saat ini si bunga terlalu sibuk untuk sekedar bercerita dengan ku. Ia sibuk belajar, begitu yang ia sampaikan padaku. Dan aku, sibuk menulis tesis, begitu yang kusampaikan padanya.
Pada akhirnya kami termenung, dan menatap sang bulan yang sudah tak malu-malu lagi. Si bulan tersenyum dan sepertinya ia paham apa yang barusan kami ceritakan. Rupanya kala itu bulan sedang purnama, ya bertepatan dengan waktu si pemuda itu datang membawa pot untuk bunga merah jambu. Bulan berbisik pada si bunga merah jambu, bahwa ia pun tahu betul tanggal berapa semua peristiwa itu terjadi. Dan disetiap purnama, si bulan berjanji akan selalu memberikan sinar dan senyuman paling indahnya untuk si bunga merah jambu, sebagai hadiah untuknya dan si pemuda pekebun bunga.

0 comments:

Post a Comment