Korespondensi 11 April 2016

Bunga di Tepi Jalan Gunung Vaderman

Hari ini tanggal 11, tepat 1 bulan dari tanggal postingan pertama dari si pemuda pekebun bunga. Bagaimana aku tidak ingat? Sebagai pembaca yang baik aku akan selalu menandai setiap moment dan bacaan yang berkesan. Selain itu, angka 11 adalah sebuah bilangan prima yang unik, hingga dapat menjadi penanda yang unik untuk si bunga di tepi jalan itu. Hai bunga, apa kabar mu hari ini? aku telah menyampaikan kabar terakhir dari si pemuda pekebun bunga kepada mu, dan sepertinya korespondensi mu masih ditunggu. Mau kah kau berbagi sedikit balasan itu dengan ku? Mumpung ditemani hujan sore ini, sambil menunggu pelangi, ijinkan aku mendengarkan ceritamu. Selanjutnya, Aku (disini) adalah si bunga itu, dan aku (penulis) cukuplah hanya memberikan sebuah prolog di awal paragraf ini.


Untuk pemuda pekebun bunga pemilik taman #11istimewa
Sudah aku baca, tulisan pemuda itu. Kalau pun tidak salah, aku membacanya di waktu hening dan malam yang hampir habis. Semua tulisan itu, membuatku malu pada Sang Pencipta yang dengan kebaikan-Nya, Dia mempertemukan kita berdua. Ibarat dua hal yang sifatnya berlawanan ataupun searah, namun merupakan sebuah pasangan. Semoga saja, aku bisa menjadi bunga yang lebih baik dengan persiapan yang matang tentunya sebelum kau menjemputku untuk berpindah ke taman bunga mu. Semua tawaran mulia itu, mana mungkin bisa aku tolak. Dengan kata lain, aku sangat senang untuk menerima 3 tawaran dari mu. Hal ini pun sama, semata-mata kulakukan dengan niatan lillahita’ala. Semoga niat di dalam hati ini, sungguh-sungguh murni dan bersinar terang bagaikan sinar rembulan yang selalu aku lihat ketika purnama tiba.
Terimakasih sudah menghadiahkan ku, sebuah link yang sangat bermanfaat. Kau tahu benar, apa yang memang sedang aku butuhkan. Bagiku, tidak ada pemberian yang lebih berharga di dunia ini selain ilmu yang bermanfaat dan sebuah do’a yang tulus. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan yang lebih. Dan aku suka prinsip mu, membangun cinta. Istilah baru dalam kamus ku memang, namun rasanya itu lebih masuk akal dibandingkan dengan rasionalisasi jatuh cinta. Berikanlah waktu untuk aku belajar, hingga aku bisa berubah menjadi bunga yang lebih indah, tentu saja untuk menjadi indah dan pantas di depan Rabb ku yang selama ini selalu mencurahkan nikmatnya untuk ku.
Pertemuan awal kita ini, semoga memiliki jalan yang lurus kedepannya dan tentunya engkau tahu kemana muara jalan kita nanti. Aku berusaha untuk bisa berjalan beriringan dan membantu mu mewujudkan semua cita-cita mulia itu. Selanjutnya, cita-cita itu akan menjadi milik kita untuk dicapai bersama dengan kunci ‘sama-sama saling membelajarkan’. Walaupun mungkin akan lebih banyak aku yang belajar dari mu. Semoga janji untuk mau belajar ini, selalu istiqomah dan konsisten, dan tentunya dengan niatan yang benar.
Hujan sore ini, mungkin akan membawakanku sebuah pelangi. Sudah lama rasanya aku tidak melihat pelangi, walaupun kau pernah bilang pelangi itu sudah ada di mata ku. Suatu saat nanti, mari kita lihat pelangi itu bersama-sama. Ya, suatu saat nanti. Sebab saat ini aku perlu menyibukkan diriku dengan perbaikan dan menjaga sebuah hal yang dinamakan ‘cinta’ itu hingga dapat disemai dengan indah pada waktu yang tepat. Setiap malam yang kau sempatkan untuk mendoakan kita, aku pun begitu. Semoga saja, doa-doa baik yang sudah berpapasan itu terus berjalan seiringan hingga akhir jalannya.



0 comments:

Post a Comment