Bunga di Tepi Jalan Gunung Vaderman
Hari ini tanggal 11, tepat 1 bulan dari
tanggal postingan pertama dari si pemuda pekebun bunga. Bagaimana aku tidak
ingat? Sebagai pembaca yang baik aku akan selalu menandai setiap moment dan
bacaan yang berkesan. Selain itu, angka 11 adalah sebuah bilangan prima yang
unik, hingga dapat menjadi penanda yang unik untuk si bunga di tepi jalan itu.
Hai bunga, apa kabar mu hari ini? aku telah menyampaikan kabar terakhir dari si
pemuda pekebun bunga kepada mu, dan sepertinya korespondensi mu masih ditunggu.
Mau kah kau berbagi sedikit balasan itu dengan ku? Mumpung ditemani hujan sore
ini, sambil menunggu pelangi, ijinkan aku mendengarkan ceritamu. Selanjutnya,
Aku (disini) adalah si bunga itu, dan aku (penulis) cukuplah hanya memberikan
sebuah prolog di awal paragraf ini.
Untuk pemuda
pekebun bunga pemilik taman #11istimewa
Sudah aku
baca, tulisan pemuda itu. Kalau pun tidak salah, aku membacanya di waktu hening
dan malam yang hampir habis. Semua tulisan itu, membuatku malu pada Sang
Pencipta yang dengan kebaikan-Nya, Dia mempertemukan kita berdua. Ibarat dua
hal yang sifatnya berlawanan ataupun searah, namun merupakan sebuah pasangan. Semoga
saja, aku bisa menjadi bunga yang lebih baik dengan persiapan yang matang
tentunya sebelum kau menjemputku untuk berpindah ke taman bunga mu. Semua tawaran
mulia itu, mana mungkin bisa aku tolak. Dengan kata lain, aku sangat senang
untuk menerima 3 tawaran dari mu. Hal ini pun sama, semata-mata kulakukan dengan
niatan lillahita’ala. Semoga niat di dalam hati ini, sungguh-sungguh murni dan
bersinar terang bagaikan sinar rembulan yang selalu aku lihat ketika purnama
tiba.
Terimakasih sudah
menghadiahkan ku, sebuah link yang sangat bermanfaat. Kau tahu benar, apa yang
memang sedang aku butuhkan. Bagiku, tidak ada pemberian yang lebih berharga di
dunia ini selain ilmu yang bermanfaat dan sebuah do’a yang tulus. Semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan yang lebih. Dan aku suka prinsip mu, membangun
cinta. Istilah baru dalam kamus ku memang, namun rasanya itu lebih masuk akal
dibandingkan dengan rasionalisasi jatuh cinta. Berikanlah waktu untuk aku
belajar, hingga aku bisa berubah menjadi bunga yang lebih indah, tentu saja
untuk menjadi indah dan pantas di depan Rabb ku yang selama ini selalu
mencurahkan nikmatnya untuk ku.
Pertemuan awal
kita ini, semoga memiliki jalan yang lurus kedepannya dan tentunya engkau tahu
kemana muara jalan kita nanti. Aku berusaha untuk bisa berjalan beriringan dan
membantu mu mewujudkan semua cita-cita mulia itu. Selanjutnya, cita-cita itu
akan menjadi milik kita untuk dicapai bersama dengan kunci ‘sama-sama saling
membelajarkan’. Walaupun mungkin akan lebih banyak aku yang belajar dari mu. Semoga
janji untuk mau belajar ini, selalu istiqomah dan konsisten, dan tentunya
dengan niatan yang benar.
Hujan sore
ini, mungkin akan membawakanku sebuah pelangi. Sudah lama rasanya aku tidak
melihat pelangi, walaupun kau pernah bilang pelangi itu sudah ada di mata ku. Suatu
saat nanti, mari kita lihat pelangi itu bersama-sama. Ya, suatu saat nanti. Sebab
saat ini aku perlu menyibukkan diriku dengan perbaikan dan menjaga sebuah hal
yang dinamakan ‘cinta’ itu hingga dapat disemai dengan indah pada waktu yang
tepat. Setiap malam yang kau sempatkan untuk mendoakan kita, aku pun begitu. Semoga
saja, doa-doa baik yang sudah berpapasan itu terus berjalan seiringan hingga
akhir jalannya.
0 comments:
Post a Comment