#01
Behavioristik
Sebagai
teknolog pendidikan, tentunya tidak asing dengan kata ‘teori belajar’. Teori
belajar dan pembelajaran ibarat fondasi sebelum mengenal konsep-konsep
pembelajaran lainnya. Teori belajar dan pembelajaran merupakan mata kuliah
pengantar yang pasti diletakkan di awal semester (menurut pengalaman penulis).
Sebenarnya untuk apa, dan mengapa teknolog pendidikan perlu mempelajari ini?
Pertanyaan ini tidak lantas dapat dijawab oleh penulis setelah menyelesaikan
mata kuliah ini dalam 1 semester di strata 1. Memang benar kata pepatah, bahwa
seseorang telah belajar ketika dia menyadari kebodohannya. Begitulah yang
terjadi, penulis baru menemukan makna dari sekian banyak teori belajar, ketika
penulis menulis sebuah karya ilmiah wajib (syarat menyelesaikan studi) saat
ini. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, dan semoga pembaca dapat lebih
awal dalam memahami konsep teori belajar melalui tulisan singkat ini.
Belajar
adalah aktivitas yang selalu terjadi di sepanjang kehidupan manusia. Belajar
dapat dimaknai melalui perspektif yang berbeda-beda. Nah perspektif inilah yang
merupakan penerapan dari berbagai teori belajar yang selama ini kita pelajari.
Teori belajar mampu mendeskripsikan kondisi bagaimana seseorang belajar. Cara
mendeskripsikannya pun berbeda-beda sesuai dengan mazhab besar yang dianut oleh
masing-masing teori. Katakanlah 2 mazhab besar dalam teori belajar adalah
behavioristik dan kognitivistik. Mengapa penulis tidak menyebutkan teori
belajar konstruktivistik? Ya, menurut hemat penulis, konstruktivistik bukan
aliran murni sebab ia lahir dari turunan teori belajar kognitivistik. Dua
mazhab yang berbeda dalam memaknai belajar. Ya, sah sah saja sebab keduanya
sudah melalui berbagai eksperimen penelitian untuk mampu merumuskan formula
yang tepat untuk memicu terjadinya proses belajar pada manusia.
Pertama,
marilah kita memaknai apa itu teori belajar behavioristik. Banyak buku acuan
yang menjelaskan pengertian belajar menurut teori belajar behavioristik adalah
‘terjadinya perubahan perilaku sebagai akibat dari hubungan antara
stimulus-respon’. Begitukah yang ada dalam benak pembaca? Sederhananya, sesuai
dengan term behavior, maka mudah
untuk mengingat-ingat bahwa pengertian dari belajar itu sendiri adalah
perubahan perilaku. Lantas apa hubungannya dengan multimedia pembelajaran atau
desain instruksional? Pengertian teori belajar behavioristik tak lagi mudah
dipahami, apabila sudah menanyakan aspek penerapannya. Itulah mengapa tingkatan
berpikir meganalisis tergolong kedalam berpikir tingkat tinggi. Setelah penulis
membaca dan mencoba mendalami teori behavioristik, penulis menemukan sebuah
benang merah dari masing-masing tokoh dalam teori ini. Dari beberapa tokoh
seperti Thorndike, Ghutrie, Pavlov, dan Skinner, mereka semua menekankan pada
bahwa belajar adalah usaha memunculkan respon yang diinginkan. Untuk mendukung
terjadinya belajar, kaum behavioristik melakukan upaya melalui pengkondisian
lingkungan, perulangan, penguatan, dan hukuman. Seakan-akan si belajar dituntut
untuk menunjukkan satu respon yang paling tepat. Konsep ini, membawa penulis
pada zaman ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Beberapa kejadian di
sekolah ibarat sebuah film yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Behavioristik
di Sekolah”. Tidak dipungkiri, teori behavioristik meruapak teori belajar
tertua dalam sejarah pendidikan. Oleh karenanya, sistem sekolah yang kerap kali
adanya hukuman dan ranking merupakan salah satu bukti bahwa sekolah tersebut
pernah menganut teori ini.
Back to topic, apa sih pentingnya teknolog pembelajaran mempelajari
teori behaviosristik? Bukankah mata kuliah teori belaja sekalipun, merupakan
konsumsi umum untuk calon–calon pendidik? Adakah kekhususan atau perbedaannya?
Jelas beda. Profesi teknolog pendidikan adalah profesi yang memiliki tujuan
mulia, memecahkan masalah belajar. Apakah mungkin jika kita ingin memecahkan
masalah belajar, sedangkan kita tidak paham bagaimana seseorang belajar? ibarat
kita ingin memperbaiki kipas angin, tapi kita tidak punya bekal sama sekali
tentang bagaimana bentuk dan kerja kipas angin. Nah, salah satu teori belajar,
yakni behavioristik sangatlah perlu untuk dipelajari bagi teknolog pendidikan.
Sebab, penggunaan teknologi hakikatnya sangalah behavioristik. Mengapa? Apabila
dimaknai teknologi dalam arti hardware, seperti contohnya media pembelajaran,
bukankah kehadirannya sengaja dirancang untuk menstimuli belajar siswa? Selain
itu, konsep media tentunya dikembangkan tidak jauh beda dengancara guru
menyampaikan pembelajaran? dan bukankah transfer pengetahuan merupakan aliran
behavioristik? Lantas apabila ditemukan latihan dan soal-soal pilihan ganda
pada media tersebut? Ya, semua itu penerapan dari teori belajar behavioristik.
Menurut anggapan penulis, mungkin tidak ada satu pun media pembelajaran yang
dapat terbebas dari prinsip-prinsip behavioristik.
Satu hal penting yang ingin penulis
bagikan (sebagai bahan diskusi), teori behavioristik akan cocok sekali
diterapkan pada:
1. Pembelajaran
keterampilan yang membutuhkan ketepatan dan keakuratan, sehingg tidak
benar-benar dituntut satu respon yang paling benar.
2. Pembelajaran
untuk materi baru, yang peserta didik sama sekali belum pernah tahu/belajar
sebelumnya. Penggunaan cara yang behavioristik akan sangat berguna untuk
mentransfer ilmu baru.
3. Pembelajaran
untuk level rendah, maksudnya untuk anak SD kelas rendah. Penerapan teori
belajar behavioristik ini akan sangat membantu menerapkan kedisiplinan, namun
tentunya melalui pengkondisian yang proporsional terkait dengan penguatan
positif dan negatif.
0 comments:
Post a Comment