Sesuai dengan judul tulisan kali ini, maka sudahkah tergambar di benak Anda kalau tulisan ini nantinya akan membahas tentang sebuah dokumen sakral yang bernama “tesis”? Ya, memang terkesan sakral karena berhubungan dengan pertanggungjawaban kita sebagai mahasiswa yang sudah menimba ilmu selama (kurang lebih) dua tahun, dan ini yang menjadi penentu seberapa dalam keilmuwan kita untuk menelurkan sebuah hasil karya ilmiah berbasis penelitian? Baiklah, sampai disini sudah bisa dibayangkan bagaimana nantinya suka duka para penulis Tesis dalam prosesnya menyusun proyek akhir yang terdiri dari 5 bab ini. Here we go.. dan sebelum membahas tips menyusun tesis yang anti galau, marilah kita simak definisi dari galau itu sendiri.
Galau
merupakan istilah gaul untuk
menjelaskan sebuah kondisi bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan apabila
sebuah harapan tidak sesuai dengan kenyataan maka biasanya menjadi penyebab
utama galau. Terkadang galau sebenarnya bersifat sangat individualis, artinya
kondisi ke-galau-an seseorang yang satu dengan orang yang lain mungkin memiliki
level indikator yang berbeda, misalnya pada orang-orang yang cenderung santai
dan tidak begitu peka terhadap perubahan lingkungan sekitar. Penyebab utama
galau (seperti yang sudah disebutkan sebelumnya) bisa jadi berasal dari ketidaksesuaian antara ekspektasi dengan
realita, ya katakanlah.. apa yang diharapkan tidak seperti apa kenyataannya. Kondisi
inilah yang rawan akan timbul rasa galau, yakni menjadi bingung dan mulai
bertanya-tanya “mengapa”? Padahal seharusnya pola pertanyaan kegalauan yang
benar yakni perlu dirubah menjadi “bagaimana”. Pola pertanyaan inilah yang
membedakan mana galau yang benar dan mana galau yang kurang benar. Oke, sudah
paham ya makna galau disini? Selanjutnya mari kita bahas, dimana kah letak
kegalauan seorang mahasiswa ketika menulis tesis? Atau bahkan sebenarnya ada
mahasiswa yang tidak pernah merasa galau sedikitpun ketika menulis tesis? Sepertinya
tidak ada, mengingat galau itu (dalam arti positif) adalah tanda bahwa manusia
itu berpikir?
Untuk
memudahkan para pembaca menarik benang merah permasalahan kegalauan mahasiswa
yang sedang menulis tugas akhir (tesis), mari disimak beberapa poin-poin contoh
kegalauan mahasiswa berikut:
- Semua kegalauan berawal dari merumuskan judul tesis yang tepat, ya kalau tidak ada judul mana mungkin akan ada kegalauan selanjutnya, benar kan?
- Setelah dapat judul, marilah kita lihat.. biasanya akan berlanjut pada kegalauan masa-masa bimbingan dengan berbagai cerita tentang PHP atau masalah keberanian. Terkadang masa-masa bimbingan inilah yang memunculkan banyak kegalauan, terlebih lagi apabila seorang mahasiswa sudah mulai membandingkan karakteristik masing-masing dosen pembimbing milik temannya. Sudahlah, membandingkan adalah hal yang absolutely memancing kegalauan yang negatif (kecuali kalau bisa disikapi untuk memperbaiki diri).
- Lolos galau no. 2 mungkin Anda akan merasakan kegalauan saat harus menyusun BAB 1 atau 2 atau 3 pokoknya yang tidak jauh-jauh dari kumpulan teori-teori yang mesti disatukan untuk mendukung tesis mu. Kegalauan semacam ini bisa terjadi ketika si dosen pembimbing meminta mu untuk mencari tambahan teori ini itu, sedangkan kamu masih belum benar-benar paham kemana arah masukan yang dosen berikan.
- Hmm rupanya kegalauan masih mungkin berlanjut, ya tepat sekali kegalauan ketika harus menerjunkan segala macam tulisan teoritis itu ke lapangan penelitian. Berbagai kondisi di lapangan tidak semudah alunan teori yang bisa kita (paksa) satukan dengan alur logika kita. Kondisi di lapangan penelitian adalah anugerah yang kadang memberikan kejutan-kejutan tak terduga. Maka bersyukurlah Anda apabila ketika penelitian semua berjalan lancar, dan bersabarlah Anda apabila fakta-fakta di lapangan membuat Anda terkejut untuk menyiapkan berbagai rencana cadangan.
- Jika sampai detik-detik penelitian Anda tidak merasakan kegalauan, mungkin pada tahap selanjutnya ini yang membuat Anda perlu bertanya ke teman-teman untuk meminta bantuan dan pencerahan, ya tahap analisis data. Menganalisis data terkadang berhubungan dengan menterjemahkan angka-angka, skor, fakta, dan lain sebagainya untuk dapat disajikan dalam bentuk kalimat yang runtut dan logis. Jenis kegalauan yang muncul pada tahap ini ialah bingung untuk menyajikan seabrek data-data yang sudah dikumpulkan via instrumen penelitian. Maka dari itu untuk menghindari kegalauan di tahap ini, perlu sesekali kita mencari teman untuk berbagi cerita tidak ada salahnya mengadaptasi cara si A, B, C untuk mendapatkan metode penyajian data yang top. Dan kalau diperlukan, terlusuri model-model tesis yang dibimbing oleh dosbing yang bersangkutan (supaya, kita paham bagaimana alur penyajian datanya) jangan sungkan pula untuk curhat ke dosbing kalau kita merasa bingung.
- Tahap selanjutnya biasanya berkutat pada urusan-urusan dokumen pelengkap, seperti abstrak, jurnal, dan mungkin lampiran tesis. Intinya semua pelengkap-pelengkap itu memiliki alur kegalauan yang hampir sama dengan ketika kita menyusun tesis dari poin 1 – 5.
- Selain hal-hal di atas, ada kondisi-kondisi umum yang membuat seorang mahasiswa galau berlebihan (tidak terjadi pada semua mahasiswa), misalnya ketika mendengar teman satu angkatan kita yang sudah begini begitu yang intinya progres mereka jauh lebih cepat dibandingkan dengan progres tesis kita. Nah untuk menyikapi hal seperti ini, kuncinya adalah sabar dan tidak coba-coba terprovokasi untuk mulai bergosip dan membandingkan ini itu. Sebab, diawal sudah dijelaskan bahwa ‘membandingkan’ (yang negatif) adalah hal yang cenderung memantik kegalauan kita menjadi boomerang yang justru membuat kita down.
Jadi
bagaimanakah bersikap galau yang positif? Karena galau didefinisikan sebagai
ketidaksesuaian atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan, maka cobalah
jadikan galau itu menjadi jembatan antara keduanya. Kunci yang pertama adalah
dengan mengubah pola pertanyaan dari “mengapa” menjadi “bagaimana”. Misalnya nih,
ada seorang mahasiswa yang selalu dituntut dosennya untuk merevisi kajian teori
hingga 12 kali, tentunya kondisi ini pasti membuat si mahasiswa galau
(berpikir), kemudian kalau si mahasiswa bertanya “mengapa si dosen memintanya
untuk revisi berkali-kali?” sepertinya pola pertanyaan ini akan berisi
asumsi-asumsi yang kebanyak negatif, misalnya mungkin si dosen tidak memahami
kondisi si mahasiswa yang ingin cepat lulus, atau mungkin si dosen adalah tipe
si perfeksionis, dsb. Nah, coba jalau pola pertanyaanya berganti menjadi “bagaimana
menyelesaikan permintaan revisi dari si dosen?” jawaban apa yang terlintas di
benak Anda? Ya, sepertinya berisi langkah-langkah solutif dan alternatif-alternatif
cara untuk bisa menyelesaikannya dengan cepat dan tepat. Sudah bisa dibayangkan
perbedaan dari pola pertanyaannya?
Selanjutnya,
membandingkan pun bisa menjadi alternatif untuk memecahkan kegalauan, benarkah?
Membandingkan disini tentunya membandingkan secara positif, misalkan dengan
membandingkan lantas kita tahu dimana letak permasalahan atau kesenjangannya,
dan membuat kita memikirkan bagaimana meraih harapan dengan cara-cara positif
(melalui pola pertanyaan bagaimana), tentunya ini akan membantu kita keluar
dari zona galau. Baiklah, semoga tulisan ini bermanfaat. Sebagian banyak,
mungkin kegalauan yang saya tulis ini berdasarkan pada cerita-cerita pengalaman
teman dan beberapa mungkin saya alami sendiri. Sejauh apa usaha kita untuk keluar
dari zona galau akan berbanding lurus dengan semakin matangnya pola pikir dan kepribadian
kita, tentunya semakin matang pola pikir dan kepribadian seseorang maka akan
semakin tidak mudah merasakan kegalauan-kegalauan yang bersifat sepele.. in the end, please make your galau become easygoing J.
0 comments:
Post a Comment